Sungguh Malang, Nelayan Tradisional Natuna yang Kian Terpinggirkan

Kategori Berita

.

Sungguh Malang, Nelayan Tradisional Natuna yang Kian Terpinggirkan

Rabu, 06 Oktober 2021

NATUNA, faktapublik.com - Natuna merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, yang letaknya sangat strategis dan memiliki kekayaan alam melimpah. Kabupaten Natuna merupakan wilayah kepulauan paling utara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang berbatasan langsung dengan sejumlah negara asing.


Kabupaten Natuna disebutkan sebagai wilayah maritim Indonesia, karena memiliki luas laut mencapai 99 persen dari total luas wilayahnya. Dimana potensi disektor perikanan laut mencapai lebih dari 1 juta ton per tahun dengan total pemanfaatan hanya sekitar 36 persen saja. Rata-rata menangkap ikan di perairan Natuna ini adalah nelayan-nelayan tradisional dan nelayan besar, yang berada disekitar area perairan.


Akhir-akhir ini, Kabupaten Natuna menjadi perbicangan setelah Kapal Ikan Asing (KIA) sering menerobos perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.


Herman Ketua Nelayan Kabupaten Natuna beberapa waktu lalu mengatakan, jika kapal ikan asing telah merambah titik koordinat 108 hingga 109 atau sebelah timur Pulau Laut, yang bersinggungan langsung dengan Laut Cina Selatan.


Bahkan kata dia penjaga pantai (coast guard) nelayan asing tersebut, juga kerap melakukan pengusiran terhadap nelayan lokal dan tradisional agar tak mencari ikan di wilayah itu.


"Nelayan Natuna seringkali berhadapan langsung dengan Kapal Ikan Asing yang sedang melakukan ilegal fising di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia, tepatnya di Perairan Natuna Utara,” kata Herman Kepada awak media, Rabu (6/10).


Dengan banyaknya pelaku ilegal fising oleh Kapal Ikan Asing (KIA) itu sebut Herman, membuat nelayan lokal yang masih tradisional merasa terganggu dan terpinggirkan. Imbasnya hasil tangkapan nelayan jauh menurun.


"Biasanya satu kali melaut manghasillan tangkapan 3 hingga 5 fiber, kini hanya 2 hingga 3 fiber saja. Rata-rata menurun hingga 50 persen,” sebut saja Herman.


Selain itu tambah Herman, nelayan tradisional tradisional melaut masih menggunakan kapal lapak kecil dengan kapasitas yang terbatas.


"Sehingga kalah saing dengan kapal kapal luar Natuna yang jauh lebih besar dan canggih,” tambah Herman.


Herman meminta kepada pemerintah dan aparat keamanan, untuk terus meningkatkan pengawasan dan patroli di laut. Salah satunya ujar dia dengan melibatkan kapal pengawas maupun kapal perang milik TNI AL.


Intinya semua stakeholder saling mendukung terhadap pengawasan laut kita. Kalau semuanya sudah memainkan peran masing-masing diyakini pelaku ilegal fising berkurang atau tidak ada lagi,” pungkasnya.


Sementara itu, pengurus Aliansi Nelayan Natuna (ANA) Hendri mengaku was – was ketika melakukan aktifitas melaut di kawasan Laut Natuna Utara. Lantaran belakangan ini kapal perang milik negara Cina kerap muncul di kawasan itu.


"Bagaimana tidak, kehadiran kapal perang Cina itu sontak membuat para nelayan lokal takut dan pontang panting menjauh, dan mengangkat jangkar kapal untuk segera GCG pergi,” kata dia.


Hendri juga mengatakan, pihaknya sering mendapat laporan kapal militer asing masuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia satu bulan terakhir.


Nalayan merasa lokasi tangkapan ikan mereka sudah tidak aman. Para nelayan sangat mengharapkan perhatian pemerintah dalam menanggapi masalah ini,” ujar Hendri.


Para nelayan sambung Hendri juga sempat mengabadikan melalui video seluler saat berpapasan dengan 6 kapal perang China, pada Senin (13/9) lalu.


Dalam video saat itu, sekelompok nelayan berada di koordinat 6.17237 Lintang Utara dan 109.01578 Bujur Timur. Yang terlihat jelas dalam video adalah kapal destroyer Kunming-172 karena berada paling depan dalam formasi.


Keberadaan kapal perang milik China ini, kata Hendri, sangat berpengaruh dengan hasil tangkapan ikan nelayan lokal. Sebab, nelayan terpaksa menghindar dari lokasi tangkap ikan saat ada kapal militer asing melintas.


Nelayan kita biasa menangkap ikan dengan alat tangkap tradisional yang sangat mengedepankan kearifan lokal, untuk menjaga sumber daya yang berkelanjutan. Sehingga dengan adanya aktifitas kapal asing itu, sudah pasti mengganggu,” tambah Hendri.

 (David T / Simon S).